PROBOLINGGO - Manuskrip peninggalan Datok Karaeng Pattas, Gelaman Kepulauan Kangean, Kabupaten Sumenep, yang mendapat perhatian dari tim DREAMSEA untuk dilakukan digitalisasi.
DREAMSEA (Digital Repository on Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia) adalah program bersama yang diinisiasi Prof Jan Van der Putten dari Centre for the Study of Manuscript Cultures (CSMC) Universitas Hamburg, Jerman, dan Prof Oman Fathurahman dari PPIM (Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Program digitalisasi ini mendapat apresiasi dari keluarga besar Datok Karaeng Pattas, salah satunya Ponirin Mika, yang saat ini tinggal di Paiton, Kabupaten, Probolinggo.
Ponirin menyampaikan, manuskrip berupa kitab kuning yang ditulis dari duluwang itu sangat dijaga ketat oleh keluarga.
"Kitab itu tersimpan rapi di lemari yang saat ini ada di Masjid Datok Karay, " katanya di Probolinggo, Jumat.
Ia menambahkan, meskipun ada di lemari, masyarakat sekitar hanya bisa melihat dan tidak berani menyentuh, apalagi membukanya.
"Hanya dari unsur keluarga saja yang boleh mendapat izin untuk membuka kitab itu, " ujarnya.
Hal itu disampaikan Ponirin kepada tim DREAMSEA yang memiliki perhatian pada menyelamatkan manuskrip Nusantara kuno.
Baca juga:
Laki-laki Paruh Baya
|
Setelah dilakukan penelusuran pada manuskrip Datok Karaeng itu, ditemukan dokumen korespondensi dan fatwa penentuan awal bulan Ramadhan dari Langger Raje Gelaman, Kepulauan Kangean, untuk Mufti dan Khatib Masjid Keraton Sumenep.
Isi surat
Sebagian dari isi surat itu adalah "Mogi-mogi katuran ingkang rai Kiai Khotib Abdul Jabbar kantor pemuftian agama serta juru tulis Masjid Jami' Keraton, Sumenep. Hafidhahullahu wa a'anahu wa qodhi hajatahu fid dhorain Amin.
Iya Saestu ipun kaula perlu kule se' lawase surat kapenjenengan sampean anguningake sajede akbrab mukarrab sampean se'i Kangean pade ole berkat pandu'a sampean, pade beres salamet.
Jugen kaula anyu'una pamundut sampean bedde sakoni' ka angguy bekal aesse buntel abedde' akade'.
Isi surat tersebut masih sulit diterjemahkan semua, melainkan hanya beberapa saja. Kalimat yang ada dalam surat tersebut menyulitkan diterjemhkan karena menggunakan bahasa campuran Jawa dengan Madura.
Gus Ahmad Ginanjar Sya'ban, koordinator tim DREAMSEA Kangean mengatakan, dokumen berupa surat itu ditulis pada tahun 1800 akhir dari seorang kakak untuk adiknya yang bernama Kiai Khotib Abdul Jabbar, Mufti agama di Keraton Sumenep, Kiai Khotib Abdul Jabbar.
"Pada dokumen ini kita dapat mengetahui bahwa Kiai Khotib Abdul Jabbar adalah seorang adik dari beliau (Datuk Karaeng). Kita pula dapat mengatakan beliau itu kemungkinan besar adalah saudara kandung Datuk Karaeng Pattas, " ujarnya.
Ginanjar menegaskan hal itu karena terdapat dokumen korespondensi yang tersimpan rapi dalam manuskrip kitab peninggalan Datok Karaeng Pattas.
"Kita juga bisa mengatakan bahwa pusat peradaban keilmuan di Kangean adalah Gelaman, " ucap Ginanjar, filolog lulusan Mesir tersebut.
Bahkan ia berharap kepada pihak keluarga Datok Karaeng Pattas untuk menelusuri lebih jauh mengenai dokumen itu.
"Saya berharap agar ditelusuri ke Sumenep. Insya Allah ada data resmi yang tercatat di Keraton Sumenep agar tersambung kembali di antara dua keluarga ini, " Ginanjar berkata penuh harap.